Header Ads

Batu Batikam dan Basurek


Batu Batikam, sebuah monumen batu yang terpajang kokoh di Jorong Dusun Tuo, Nagari Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar yang cukup ramai dikunjungi para pelancong.

Batu Batikam termasuk salah satu lokasi cagar budaya yang berada dalam pengawasan Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumbar, Riau dan Jambi yang ber­kantor di Pagaruyung .

Secara lahiriah benda cagar budaya ini merupakan sebuah bungkahan batuan (andesit), berbentuk hampir segi tiga berukuran 55 x 20 x 45 sen­timeter.

Para pengunjung sebagian besar dari kalangan siswa sekolah, baik dari wilayah kabupaten dan kota di Sumbar, maupun anak-anak sekolah dari provinsi tetangga seperti Riau dan Jambi. Setelah direhabilitasi oleh kantor SPSP, Batu Batikam dipajang dengan kokoh di atas pasangan semen batu dalam sebuah lokasi Medan nan Bapaneh Dusun Tuo. Sebagai pemandu bisu dari situs ini, juga telah terpajang sebuah penjelasan ringkas, bahwa Batu Batikam ini merupakan sebuah situs budaya dari wilayah Luhak Nan Tuo itu.

Lokasi tempat dipajangnya Batu Batikan ini menurut situs budaya Luhak nan Tuo adalah sebuah Medan nan Bapaneh, yakni tempat bermufakatnya para pimpinan pemerintahan pada waktu silam di wilayah ini.

Situs budaya ini berdiri sejak 1.800 Masehi. Lokasi Medan Nan Bapaneh ber­bentuk empat persegi panjang seluas 20 meter persegi, se­kelilingnya memiliki kursi bersandaran yang terbuat dari bahan batu. Batu Batikam yang berlubang tembus itu, terjadi akibat ditikam oleh Datuk Parpatiah nan Sabatang, sebagai tanda berakhirnya per­se­li­sihannya dengan Datuk Ke­tumanggungan mengenai soal Adat.

Komplek batu Batikam menurut tambo adat menye­butkan, bahwa di sanalah nagari pertama terbentuk sesudah Pariangan sebagai Nagari Tuo, dibangun oleh Cati Bilang Pandai dengan anaknya Datuak Parpatiaah nan Sa­batang, berikut dengan empat Koto lainnya yaitu Balai Labuah, Balai Batu, Kubu Rajo dan Kampai Piliang, kelima Koto ini hingga se­karang disebut sebagai Lima Kaum.

Sebagai pusat pemerintahan adat Budi Caniago dengan junjungan adatnya Datuak Bandaro Kuniang yang ban­gunan rumah gadangnya masih bisa dilihat di lokasi Kampai Lima Kaum saat ini.

Batu Batikam ini berlobang akibat ditikam oleh Datuak Parpatiah nan Sabatang sebagai pertanda Sumpah Satiah (setia) pengukuhan perdamaian, untuk mengakhiri perselisihan paham dalam hal pemakaian sitim pemerintahan adat Koto Pi­liang yang dicetuskan oleh Datauak Katumanggungan dengan sistim pemerintahan Budi Caniago yang dipimpin oleh Datuak Parpatiah nan Sabatang.

Juga dituturkan, Datuak Katumanggungan juga meni­kam sebuah batu dengan keris­nya, ditempatkan di Sungai Tarab VIII Batu (Bongo Sa­tangkai-Bulakan Sungai Kayu Batarok) sebagai pusat pe­me­rin­tahan Koto Piliang dengan pucuk adatnya Datuak bandaro Putiah.

Sejak itu tidak lagi ada pertikaian antara koto dan nagari. Kedua sistem peme­rintahan adat ini boleh saja dipakai pada setiap wilayah nagari di Luhak Tanah Datar.]


Batu basurek terletak didesa kubu rajo nagari lima kaum berjarak 4 km dari batu sangkar.Batu basurek ini terletak di bagian atas makam raja Adityawarman.Prasasti batu basurek ini ditulis dengan tulisan jawa kuno berbahasa sanskerta.Batu basurek ini lebarnya 25 cm tingginya 80 cm dengan ketebalan 10 cm dan berat sekitar 50 kg .
Batu basurek ini telah berumur 659 tahun.penemuan prasasti ini pertama kali ditulis pada
16 Desember 1880 oleh P.H. Van Hengst, Asisten Residen Tanah Datar. Prof. H Kern, seorang ahli dari Belanda,Ia orang yang pertama kali membahas prasasti dengan tulisan Jawa Kuno berbahasa Sanskerta itu. Pada 1917 dia menerjemahkan isinya adalah: :"Adityawarman maju perkasa, ia penguasa Kanakamedinindra atau Suwarnadwipa (Sumatera atau Tanah Emas). Ayahnya Adwayawarman. Dia keluarga Indra."
Adityawarman lahir dari rahim Dara Jingga, putri raja Darmasraya yang terletak di tepi Sungai Batanghari, Jambi. Ayahnya, Adwayawarman tadi, kerabat Keraton Singosari.

Tersebutlah, pada 1292 Kublai Khan dari Cina menyerang Singosari. Dara Jingga dan saudaranya, Dara Petak, membawa tentara membantu Singosari. Sayang, Singosari jatuh, dan akhirnya dikuasai Jayakatwang. Kemudian Raden Wijaya menggeser Jayakatwang dan mengganti nama kerajaan itu menjadi Majapahit. Raden Wijaya menikah dengan Dara Petak. Dara Jingga bercinta dengan Adwayawarman. Setelah menikah, Dara Jingga mengajak suaminya kembali ke Darmasraya -- dan lahirlah Adityawarman.

Setelah melakukan berbagai jasa untuk Majapahit, akhirnya Adityawarman jadi raja di Darmasraya. Dia memindahkan pusat kerajaannya dari Siguntur (Sawahlunto Sijunjung) ke Pagaruyung.

Sampai sekarang di Pagaruyung masih ada perbedaan pendapat apakah Adityawarman itu raja Minangkabau atau hanya raja Pagaruyung. Sebab, pada waktu itu yang dirajakan di Limo Kaum, Pariangan, dan Tanah Datar lainnya, adalah Datuk Parpatih Nan Sabatang dan Datuk Katamanggungan. "Adityawarman tak lebih seorang sumando,(suami dari orang minangkabau).

No comments